Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil ditutup dengan penguatan signifikan pada perdagangan Senin sore (20/10/2025). IHSG meroket 173,32 poin atau 2,19 persen, mendarat di posisi 8.088,98.
Penguatan ini terjadi di tengah antisipasi pelaku pasar terhadap arah kebijakan suku bunga acuan yang akan diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pekan ini. Indeks saham unggulan LQ45 juga tercatat naik tajam sebesar 3,10 persen atau 23,97 poin ke level 796,31.
Antisipasi Kebijakan Moneter BI
Menurut Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, pasar saat ini sedang mencermati dengan saksama kebijakan moneter yang akan diambil BI. Dilansir dari kantor berita Antara, keputusan BI yang akan diumumkan pada 21-22 Oktober 2025 ini menjadi fokus utama investor.
“Pasar menilai BI terus mencermati ruang penurunan BI-Rate lebih lanjut dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar Rupiah, prospek inflasi, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Nico dalam kajiannya di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Dari pernyataan tersebut, dijelaskan bahwa kebijakan BI akan berorientasi pada stabilitas (pro-stability). Fokus utamanya adalah untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dan langkah antisipatif (pre-emptive dan forward looking) demi memastikan laju inflasi tetap terkendali, sembari tetap mencari celah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Sentimen Positif dari Pasar Global
Penguatan IHSG juga ditopang oleh meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China. Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa wacana penerapan tarif 100 persen terhadap produk impor dari China tidak akan diberlakukan. Kabar positif ini diperkuat dengan konfirmasi rencana pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping dalam dua pekan mendatang di Korea Selatan.
Selain itu, harapan pasar meningkat terhadap stimulus ekonomi baru dari China. Hal ini menyusul rilis data pertumbuhan PDB kuartal III 2025 yang tercatat sebesar 4,8 persen (yoy), laju paling lambat dalam setahun terakhir. Pelemahan ini disebabkan oleh ketegangan dagang dan tekanan di sektor properti.
Dari Jepang, sentimen positif juga datang dari pernyataan anggota dewan kebijakan Bank of Japan, Hajime Takata, yang kembali menyerukan kenaikan suku bunga, mengindikasikan prospek pemulihan ekonomi.