Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi menetapkan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) untuk periode September 2025 berada di level US$66,81 per barel. Angka ini menunjukkan kenaikan tipis sebesar US$0,73 dibandingkan bulan sebelumnya, Agustus 2025, yang tercatat US$66,07 per barel.
Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Laode Sulaeman, pada Jumat (17/10), peningkatan ini utamanya dipengaruhi oleh eskalasi risiko geopolitik di tingkat global yang memicu kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan.
Laode Sulaeman menjelaskan bahwa sejumlah faktor internasional menjadi pendorong utama penguatan ICP.
“Kenaikan ICP September 2025, juga naiknya Brent (ICE) dan Basket OPEC, dipengaruhi oleh peningkatan risiko geopolitik Rusia-Ukraina yang menyebabkan kekhawatiran gangguan pasokan,” ungkap Laode dalam keterangan resminya.
Dari pernyataan tersebut, dijelaskan bahwa konflik yang berlanjut antara Rusia dan Ukraina menjadi sentimen utama. Dilansir dari data Kementerian ESDM, serangan Ukraina sejak Juni 2025 telah menyebabkan sekitar 17% kapasitas kilang minyak Rusia tidak dapat beroperasi, yang secara langsung mengganggu rantai pasok energi global.
Sentimen Pasar Global dan Proyeksi Permintaan
Selain konflik di Eropa Timur, tensi pasar energi juga diperparah oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang mendorong Uni Eropa untuk memberlakukan tarif tinggi terhadap Cina dan India. Ketegangan yang terus meningkat di kawasan Timur Tengah turut memperkuat tren kenaikan harga minyak.
Merespons dinamika ini, International Energy Agency (IEA) bahkan merevisi proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2025. Proyeksi tersebut dinaikkan menjadi 740 ribu barel per hari, dari perkiraan sebelumnya yang hanya sebesar 680 ribu barel per hari, mengindikasikan adanya ekspektasi permintaan yang lebih kuat dari perkiraan awal.
Pergerakan Harga dan Respon Sisi Pasokan
Meskipun ICP mengalami kenaikan, beberapa harga minyak acuan utama dunia justru mencatatkan penurunan. Dated Brent dilaporkan turun US$0,19 menjadi US$68,02 per barel, dan WTI (Nymex) melemah US$0,49 ke level US$63,53 per barel. Namun, Brent (ICE) naik US$0,31 menjadi US$67,58 per barel, dan Basket OPEC meningkat US$0,72 ke posisi US$70,45 per barel.
Di sisi pasokan, data ESDM menunjukkan bahwa OPEC+ berencana menambah suplai sebesar 137 ribu barel per hari mulai Oktober 2025. Langkah ini menyusul kenaikan produksi sebesar 509 ribu barel per hari pada Agustus lalu yang dimotori oleh Arab Saudi dan Irak. Sementara itu, di kawasan Asia Pasifik, harga minyak juga terdorong oleh kenaikan Crack Naphta Asia serta rencana perawatan kilang di Timur Tengah yang berpotensi mengurangi pasokan untuk sementara waktu.